Salahsatu dari lima Rukun Islam adalah Shalat. Shalat ialah berhadap hati kepada Allah SWT sebagai ibadah, yang diwajibkan atas tiap-tiap orang Islam (shalat wajib) baik laki-laki maupun perempuan berupa perbuatan/perkataan dan berdasarkan atas syarat-syarat dan rukun tertentu, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam .
Sebagianulama ada yang berpendapat bahwa rukun adalah perbuatan yang hukumnya wajib dilakukan dan menjadi bagian utuh dari rangkaian ibadah. Menurutnya syarat sah shalat itu adalah sesuatu yang berada di luar shalat yakni tidak termasuk dalam pekerjaan shalat, sebagaimana yang beliau jelaskan di dalam kutipan tulisannya yang dikemukakannya
Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam melarang keras menengadah ke langit (ketika sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hendaklah sekelompok orang benar-benar menghentikan pandangan matanya yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam sholat atau hendaklah mereka benar-benar menjaga pandangan mata mereka." (HR.
Niatberarti menyengaja untuk sholat, menghambakan diri kepada Allah Ta'ala semata, serta menguatkannya dalam hati.Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua amal tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapat (balasan) sesuai dengan niatnya." (HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain. Baca Al Irwa', hadits no. 22). Niat tidak dilafadzkan
Yang termasuk perbuatan bid'ah adalah was-was (selalu ragu) sewaktu berniat sholat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang keras menengadah ke langit (ketika sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Adapun bagi imam dan orang yang sholat sendiri, maka
Perbuatanyang termasuk rukun shalat adalah? Bacalah kutipan teks prosedur berikut! Petunjuk Menggunakan Mesin Bor 1. Pasanglah mata bor. 2. Masukkan steker ke dalam stop-kontak. 3. Arahkan mesin bor dengan tepat ke arah tempat yang akan dilubangi dan dikunci. 4. Hidupkan mesin. 5. Atur kecepatan mesin. 6. Matikan mesin dan tunggu sampai
. Pertanyaan Apa kondisi-kondisi yang memungkinkan merubah arah kiblat? Teks Jawaban penanya ingin mengetahui kondisi yang gugur di dalamnya menghadap kiblat dalam shalat. Dan shalatnya sah tanpa menghadap kiblat. Diantara syarat sahnya shalat adalah menghadap kiblat, tidak sah shalat kecuali dengannya karena Allah Ta’ala memerintahkan dan mengulangi perintahnya dalam Qur’an Karim dimana Allah berfirman وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ البقرة/144 “Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” QS. Al-baqarah 144 maksudnya arahnya. Dahulu Nabi sallallahu alaihi wa sallam pertama kali tiba di Madinah shalat menghadap ke Baitul Maqdis, sehingga Ka’bah dibelakang punggungnya dan Syam di arah wajahnya. Akan tetapi setelah itu, beliau mengharap agar Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyareatkan berlaianan dengan hal itu. Sehingga seringkali wajahnya menengadah ke langit menunggu Jibril menurunkan wahyu kepadanya agar menghadap ke Ka’bah sebagaimana firman Allah قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ البقرة/144 “Sungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.” QS. Al-Baqara 144 Maka Allah memerintahkan menghadap wajahnya ke Masjidil Haram maksudnya arahnya, melainkan dikecualikan hal itu dalam tiga permasalahan Permasalahan pertama kalau tidak mampu seperti sakit dan wajahnya ke selain kiblat dan dia tidak mampu mengarahkan ke kiblat. Maka menghadap kiblat baginya gugur dalam kondisi seperti ini berdasarkan firman Ta’ala Bertakwalah kepada Allah semampu anda,” QS. At-Tagobun 16. Dan firman Ta’ala “Allah tidak membebani jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya.” QS. Al-Baqarah 286. Juga sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ رواه البخاري 7288 ومسلم 1337 “Kalau saya perintahkah kamu semua dengan suatu perintah, maka lakukan sesuai dengan kemampuan kamu semua.” HR. Bukhori, 7288 dan Muslim, 1337. Permasalahan kedua kalau dalam kondisi sangat ketakutan seperti seseorang lari dari musuh atau lari dari binatang buas atau lari dari banjir yang menenggelamkannya. Maka disini menunaikan shalat kemana saja wajah menghadap. Dalilnya firman Allat Ta’ala فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَاناً فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ البقرة/239 . “Jika kamu dalam keadaan takut bahaya, maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah shalatlah, sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” QS. Al-Baqarah 239. Firman-Nya فَإِنْ خِفْتُمْ” Jika kamu dalam keadaan takut bahaya” umum mencakup semua jenis ketakutan. Dan firman-Nya “Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah shalatlah, sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” Menunjukkan bahwa zikir apapun yang ditinggalkan seseorang karena ketakutan, maka hal itu tidak mengapa. Diantara hal itu adalah menghadap kiblat. Menunjukkan juga dari dua ayat mulia tadi dan hadits nabawi bahwa kewajiban tergantung dari kemampuan. Permasalahan ketiga shalat sunah dalam safar baik di atas kapal terbang atau mobil atau di atas unta. Maka dia shalat kemana saja wajahnya menghadap dalam shalat sunah seperti witir, dzuha dan semisal itu. Orang musafir hendaknya menunaikan semua shalat sunah seperti benar-benar orang mukim kecuali sunah rowatib seperti rawatib Zuhur, magrib, Isya’. Yang sesuai sunah adalah meninggalkannya. Kalau ingin menunaikan shalat sunah sementara dia dalam kondisi safar, maka hendaknya dia menunaikan sunah dimana saja menghadap wajahnya. Hal itu yang telah ada ketetapan dalam Shohehahin dari Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam. Inilah tiga permasalahan tidak diwajibkan menghadap kiblat. Sementara yang tidak mengetahui maka dia wajib menghadap kiblat. Akan tetapi ketika dia berijtihad, dan mencari-cari kemudian ternyata dia salah setelah berijtihad, maka dia tidak perlu mengulanginya. Kita tidak mengatakan, “Dia gugur menghadap kiblat, bahkan dia wajib menghadap kiblat dan berusaha semampunya untuk mencarinya. Ketika berusaha mencari sesuai dengan kemampuannya kemudian ternyata salah, maka dia tidak perlu mengulangi shalatnya. Dalil akan hal itu adalah bahwa para shahabat yang tidak mengetahui perubahan kiblat ke Ka’bah, mereka shalat hari itu shalat Fajar di Masjid Quba’, kemudian ada seseorang datang seraya mengatakan, “Sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam telah diturunkan malam ini wahyu Qur’an. Dan diperintahkan untuk menghadap Ka’bah. Maka mereka mengahadapnya. Dahulu wajah mereka menghadap ke Syam, kemudian mereka berputar ke Ka’bah.’ HR. Bukhori, 403 dan Muslim, 526. Sebelumnya Ka’bah dibelakang mereka, dijadikan di depannya. Mereka berputar dan terus melanjutkan shalatnya. Ini terjadi pada masa Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Dan tidak ada pengingkaran, maka hal itu menjadi disyareatkan. Maksudnya kalau seseorang salah dalam kiblat karena tidak tahu, maka dia tidak perlu mengulanginya. Akan tetapi ketika mengetahui hal itu di sela-sela shalat, maka dia wajib menghadap kiblat. Maka menghadap kiblat termasuk salah satu syarat shalat tidak sah kecuali dengannya dalam tiga tempat. Kecuali kalau seseorang telah berijtihad dan berhati-hati.” Selesai Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 12/433-435. Wallahu a’lam .
Jakarta - Kiblat merupakan arah yang dituju umat muslim ketika melakukan berbagai ibadah, termasuk sholat. Kiblat mengarah pada bangunan Kakbah di Makkah. Ada berbagai hukum terkait menghadap kiblat, mulai dari wajib, sunnah, makruh hingga beberapa ibadah yang wajib dikerjakan dengan menghadapkan diri ke arah kiblat. Termasuk ketika mendirikan sholat fardhu, tawaf saat menjalankan ibadah haji dan ketika menguburkan SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 144 tentang anjuran menghadap kiblat saat ibadah. قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُArtinya "Sungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya."Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam Dzauqush Shalah menjelaskan, menghadap kepada Allah, Rahasia shalat, ruh dan intinya ialah keberadaan hamba yang menghadap Allah secara totalitas, sebagaimana ia tidak dibolehkan memalingkan wajahnya dari kiblat Allah, ke kanan atau ke kiri, maka tidak semestinya pula ia memalingkan hatinya dari Rabb nya kepada adalah Baitullah, yang menjadi kiblat wajah dan badan seorang hamba, sedangkan Rabbul Bait Allah Tabaraka wa Ta'ala adalah kiblat hati dan ruhnya. Maka sejauh mana seorang hamba menghadap Allah dalam shalatnya, maka sejauh itu pula Allah menghadap kepada hamba-Nya, dan jika ia berpaling , maka Allah juga berpaling buku Misteri Mukjizat Makkah & Madinah 21 Kedahsyatan Yang Terjadi Di Kota Al-Mukaramah oleh Namin Asimah Asizun disebutkan beberapa hukum arah sebagai pusat tumpuan umat Islam dalam mengerjakan ibadah dalam konsep arah terdapat beberapa hukum yang berkaitan yang telah ditentukan secara syariat yaituHukum Wajib1. Ketika sholat fardhu ataupun sholat sunnah menghadap kiblat merupakan syarat sahnya Ketika melakukan tawaf di Ketika menguburkan jenazah maka harus diletakkan miring bahu kanan menyentuh liang lahat dan bagian wajah menghadap KiblatHukum SunnahHukum sunnah menghadap kiblat bagi yang ingin membaca Al Qur'an, berdoa, berzikir, tidur bahu kanan di bawah dan lain-lain yang HaramHaram hukumnya membelakangi atau menghadap kiblat ketika sedang membuang air besar atau kecil di tanah lapang tanpa ada dinding penghalangHukum MakruhBerlaku hukum makruh menghadap kiblat dan membelakangi arah kiblat dalam setiap perbuatan seperti membuang air besar atau kecil dalam ruangan berdinding, tidur secara terlentang sedang kaki selunjur ke arah beberapa penjelasan tentang hukum arah kiblat. Segala perbuatan tentu disaksikan oleh Allah SWT sebagai yang Maha alam. Simak Video "Heboh Selebgram Nonmuslim Masuk ke Masjidil Haram Makkah" [GambasVideo 20detik] dvs/lus
SHALAT lima waktu merupakan salah satu ibadah yang wajib dikerjakan oleh seorang muslim. Dalam pelaksanaannya, ada aturan atau syarat-syarat sah ketika melakukan shalat. Salah satu larangan saat shalat adalah tidak boleh memandang ke atas ke langit-langit. Larangan saat shalat ini dijelaskan dalam Bulughul Maram karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, dalam pembahasan Kitab Shalat. بَابُ الحَثِّ عَلَى الخُشُوْعِ فِي الصَّلاَةِ Bab Dorongan untuk Khusyuk dalam Shalat. Tidak Boleh Memandang ke Atas Saat Shalat. وَعَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم لَيَنْتَهِينَّ أَقْوامٌ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إلى السّماءِ في الصَّلاَةِ أَوْ لاَ تَرْجِعُ إِلَيْهِم». رَوَاهُ مُسْلمٌ. Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah orang-orang yang memandang ke atas ke langit-langit saat shalat berhenti atau pandangan itu tidak kembali kepada mereka.” HR. Muslim [HR. Muslim, no. 428] Foto Press of Atlantic City BACA JUGA Shalat Qobliyah Subuh dan 4 Keutamaannya Faedah hadits soal larangan saat shalat di atas adalah 1. Hadits larangan saat shalat ini dijadikan dalil diharamkannya mengangkat pandangan ke langit-langit memandang ke atas ketika shalat. Larangan seperti dalam hadits hanya ditemukan pada larangan haram. 2. Larangan shalat ini berlaku ketika berdiri, bangkit dari rukuk iktidal, atau di keadaan yang lain di dalam shalat. 3. Larangan shalat ini juga berlaku ketika berdoa dalam shalat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ رَفْعِهِمْ أَبْصَارَهُمْ عِنْدَ الدُّعَاءِ فِى الصَّلاَةِ إِلَى السَّمَاءِ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ “Hendaklah orang-orang yang memandang ke atas saat berdoa dalam shalat berhenti atau pandangan mereka akan dirampas.” HR. Muslim, no. 429 Walaupun demikian, memandang ke langit-langit saat shalat tidaklah membatalkan shalat. Inilah pendapat yang lebih kuat. Memandang ke langit-langit menandakan tidak khusyuknya orang yang shalat. Memandang seperti ini berarti menjauh dari kiblat. Karena kiblat itu di hadapan orang yang shalat, bukan dengan memandang ke atas. Alasan lainnya, memandang ke atas tidak menunjukkan keadaan orang yang shalat, ia seperti dalam keadaan tidak shalat berada di luar shalat. Larangan saat Shalat Foto Outlook India Yang diperintahkan dalam shalat adalah memandang ke tempat sujud, baik ketika menjadi imam, makmum, atau shalat sendirian. Inilah pendapat jumhur ulama. Yang berbeda dalam hal ini adalah ulama Malikiyah yang memerintahkan melihat ke depan, bukan ke tempat sujud. Namun, yang lebih tepat adalah memandang ke tempat sujud sebagaimana praktik Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Yang dikecualikan dalam hal ini adalah keadaan saat tahiyat, pandangan orang yang shalat menghadap ke jari telunjuk yang jadi isyarat saat tahiyat. Cara ini berdasarkan hadits dari Abdullah bin Az-Zubair ketika menerangkan tata cara shalat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, di mana disebutkan, “Pandangan beliau tidak melebihi isyarat beliau.” HR. Abu Daud, no. 990; An-Nasai, 339; Ahmad, 2625; Ibnu Khuzaimah, no. 718,719. Syaikh Abdullah Al-Fauzan mengatakan bahwa hadits ini sahih. Mengenai hukum memandang ke atas ke langit saat berdoa di luar shalat, para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama menyatakan hukumnya makruh, sebagian ulama menyatakan boleh. Yang berpendapat bolehnya di antaranya adalah Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani. Menurut beliau, langit itu adalah kiblatnya doa, sebagaimana Kabah itu menjadi kiblat shalat. Namun, Syaikh Abdullah Al-Fauzan menguatkan pendapat yang menyatakan terlarang menghadapkan pandangan ke atas saat berdoa di luar shalat. Larangan saat Shalat Ilustrasi shalat. Foto Islampos BACA JUGA 5 Azab bagi Orang yang Meninggalkan Shalat Yang tepat, kiblat doa sama dengan kiblatnya shalat karena tiga alasan a pendapat yang menyatakan bahwa mengangkat pandangan ke langit saat berdoa tidaklah memiliki dalil pendukung yang kuat, termasuk tidak didukung contoh dari para salaf terdahulu; b yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam berdoa adalah menghadap kiblat sebagaimana doa Nabi shallallahu alaihi wa sallam saat shalat istisqa’ minta hujan; c kiblat adalah arah dihadapkannya pandangan wajah, dilakukan ketika berdzikir, berdoa, dan menyembelih; arah kiblat bukanlah dengan pandangan atau tangan yang diangkat. [] SUMBER RUMAYSHO
Orang yang sedang shalat pada hakikatnya sedang bermunajat kepada Allah ﷻ. Dalam keadaan bermunajat ini, tidak layak bagi siapa pun untuk mengganggu ibadah shalatnya dengan rangkaian aktivitas lain yang dapat merusak kekhusyukan, termasuk dengan melintas di depan orang yang sedang shalat. Dalam hadits dijelaskanلَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيْ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ قَالَ أَبُو النَّضْرِ لَا أَدْرِي أَقَالَ أَرْبَعِينَ يَوْمًا أَوْ شَهْرًا أَوْ سَنَةً“Kalau saja orang yang berjalan di depan orang shalat tahu sesuatu dosa yang akan ia dapatkan, maka sungguh berdiam menunggu selesai shalat selama 40 lebih baik baginya daripada berjalan di depan orang yang shalat. Abu Nadhar Rawi berkata, 'Saya tidak tahu apakah Rasulullah berkata 40 hari, bulan, atau tahun'.” HR. BukhariHadits di atas secara tegas menunjukkan bahwa lewat di hadapan orang yang sedang shalat adalah perbuatan yang sangat tidak dianjurkan. Namun yang patut ditanyakan, apakah melewati orang yang sedang shalat adalah larangan yang sampai terkena hukum haram, atau hanya sebatas makruh?Sebelumnya patut dipahami bahwa larangan yang dimaksud dalam hadits di atas adalah melewati di jalan antara tubuh orang yang sedang shalat dengan sutrah penghalang yang dijadikan sebagai pembatas. Misalnya, melawati di tengah sajadah-sajadah orang yang sedang shalat, sebab sajadah merupakan contoh dari sutrah, sehingga melewati jalan yang sudah keluar dari batas sutrah adalah hal yang diperbolehkan. Dalam menyikapi status hukum dari melewati orang yang sedang shalat, para ulama berbeda pendapat. Menurut pendapat yang kuat, hukum lewat di depan orang yang sedang shalat adalah haram. Sedangkan menurut Imam al-Ghazali, lewat di depan orang yang sedang shalat tidaklah sampai berakibat hukum haram, tapi hanya sebatas makruh. Meskipun pendapat yang dianggap shahih benar menurut Imam Baghawi dan para ulama lain adalah hukum haram. Penjelasan ini seperti yang tercantum dalam kitab al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzabإذا صلى الي سترة حرم علي غبره المرور بينه وبين السترة ولا يحرم وراء السترة وقال الغزالي يكره ولا يحرم والصحيح بل الصواب انه حرام وبه قطع البغوى والمحققون “Jika seseorang melaksanakan shalat dengan sutrah penghalang maka haram bagi orang lain lewat diantara orang yang sedang shalat dan sutrah, sedangkan lewat di luar sutrah adalah hal yang tidak diharamkan. Imam Al-Ghazali berpendapat hukum lewat di depan orang shalat makruh, tidak sampai haram. Namun pendapat yang shahih bahkan pendapat yang benar bahwa sesungguhnya lewat di depan orang shalat adalah haram. Pendapat demikian adalah yang dipastikan tanpa keraguan oleh Imam Baghawi dan ulama lain yang ahli memutuskan hukum beserta dalilnya” Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, Juz 3, Hal. 249Meski dihukumi haram, namun ada saat-saat tertentu bagi seseorang diperbolehkan melewati orang yang sedang melaksanakan shalat, misalnya ketika akan buang hajat, tidak ada jalan lain selain melewati orang yang sedang shalat, serta keadaan-keadaan lain sekiranya melewati orang yang shalat terdapat sisi kemaslahatan yang melampaui kemudaratan melewati orang yang sedang shalat. Diperbolehkan melintas pula saat orang yang shalat ceroboh, misalnya, dengan membiarkan shaf di depannya kosong lalu melaksanakan shalat di tempat yang biasa dilewati orang. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa melewati orang yang shalat adalah perbuatan yang diharamkan, atau setidaknya—menurut Imam al-Ghazali—makruh. Pendapat yang paling kuat adalah haram. Keharaman ini akan menjadi hilang ketika terdapat uzur yang meperbolehkan lewat di depan orang yang shalat. Wallahu a’lam.Ustadz Ali Zainal Abidin
Berdoa tentu ada adab yang patut diperhatikan. Dream - Doa merupakan salah satu cara umat Islam berkomunikasi dengan Tuhannya. Lewat doa, seorang Muslim bisa memanjatkan segala keinginannya. Tentu ada adab yang patut diperhatikan ketika berdoa. Contohnya seperti tengadah tangan dan khusyuk. Terkadang, kita berdoa dengan mengarahkan pandangan ke langit. Kita seolah-olah melihat Allah SWT. Apakah hal ini dibolehkan secara syariat? Dikutip dari bincangsyariah, menatap langit saat berdoa dibolehkan. Rasulullah Muhammad SAW pernah melakukannya. Ini didasarkan pada hadis riwayat Thabarani, dari Maimunah RA. " Rasulullah SAW tidak keluar dari rumahku sama sekali. Kecuali ia mengarahkan pandangannya ke langit seraya berdoa, 'Allahumma inni a'udzubika an udhilla au udhalla. Au uzilla au uzala. Au ajhala au yujhala alayya. Au udzlima au udzlama.' Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat sesat atau disesatkan, dari tergelincir atau digelincirkan, dari kebodohan atau dibodohi, dari berbuat dzalim atau didzalimi." 1 dari 1 halaman Riwayat yang Menguatkan Hadis lain diriwayatkan An Nasai dari Uqbah bin Amir Al Juhani RA mengungkapkan hal serupa. Umar bin Khattab RA pernah berkata kepadaku bahwa Rasulullah SAW bersabda, " Siapa yang berwudhu, maka hendaknya memperbaiki wudhunya. Lalu mengarahkan pandangannya ke langit dan berkata, 'Asyhadu an la ilaha illallah. Wahdahu la syarikalahu. Wa asyhadu anna muhammadan abduhu warasuluhu,' Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Satu-satuNya, tidak ada sekutu bagiNya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad hambaNya dan utusanNya. Maka dibukakan untuknya delapan pintu surga, yang ia berhak masuk dari pintu mana saja yang ia mau." Dua hadis di atas memuat ketentuan untuk mengarahkan pandangan ke langit lalu mengucap doa. Sehingga, mengarahkan pandangan ke langit ketika berdoa dibolehkan. Selengkapnya...
menengadah ke langit ketika shalat termasuk perbuatan yang hukumnya